Nyeri merupakan salah satu alasan kenapa seseorang mengunjungi fisioterapis. Dalam sesi pemeriksaan, seorang fisioterapis pasti menanyakan alasan kenapa mengunjungi fisioterapi. Beberapa pasien mengunjungi klinik fisioterapi atas inisiatif sendiri – tanpa rujukan dokter, ada pula yang dirujuk oleh dokter.

“Kenapa Bapak mengunjungi fisioterapi? ada keluhan apa?”
Jawab :
- ” Saya barusan di MRI, katanya ada penjepitan saraf pada tulang belakang pinggang, saya takut operasi…”
- ” Dari hasil foto rontgen, gambaran tulang saya seperti orang berusia 70 tahun, padahal saya masih 40 tahun..”
- ” Tulang belakang saya tidak stabil, saya saat ini sangat berhati-hati menggerakkan badan…”
- ” Tulang rawan sendi lutut saya terkikis… “
Bengkel Manusia
Contents
Ilmu kian berkembang, namun ayunan pendulum kita belum seimbang dalam menghadapi kondisi klinis. Kadang kita sudah mengayun terlalu jauh membahas gerak, organ, jaringan, sel hingga biomolekul. Fisioterapis menjadi mirip-mirip ahli mekanik dalam memandang problematik pasien ; alur baut, putaran roda, torsi, ayunan bandul dan gerigi-gerigi roda.
Dalam taraf tertentu kita lupa bahwa pasien-pasien kita adalah manusia (human). Ya ! manusia dengan segala sifat manusiawinya. Pasien kita sesungguhnya adalah manusia dengan dimensi biologis, psikologis, sosiologisnya.
Keranjang Sampah dan Pelipur Lara
Biasanya pasien dirujuk ke fisioterapi karena keluhan nyeri dan gangguan gerak. Tak jarang fisioterapi menjadi semacam keranjang sampah, pasien datang dengan keluhan nyeri menahun, sudah menjalani serangkaian tes pencitraan mulai rontgen hingga MRI dan mengkonsumsi obat analgesik dosis tinggi hingga morfin.

Sudah saatnya fisioterapis belajar memilih kosakata yang menggerakkan manusia (pasien) bukan justru membuat takut bergerak.— Wahyu Physio (@WahyuPhysio) March 16, 2018
Saatnya Mengawinkan Biomekanika dan Neurosains
Mengikuti trend di dunia fisioterapi dan neurosains , kedepan, mungkin fisioterapis Indonesia perlu mengadakan kajian – kajian tentang nyeri yang lebih banyak melibatkan aspek neurosains. Metode seperti Pain Neuroscience Education (PNE), Graded Motor Imagery (GMI), Cognitive Beahavior Therapy (CBT) . Saat ini kita masih beranggapan nyeri pinggang dan nyeri leher adalah kasus muskuloskeletal belaka dan hanya mencoba menyelesaikan masalah dengan kacamata biomekanika, Belum banyak fisioterapis Indonesia yang mencoba mengembangkan pendekatan neurosains. Dalam tracking saya di internet ada satu fisioterapis Indonesia yang gencar mengkampanyekan pendekatan neurosains untuk nyeri yaitu : Firmansyah Purwanto 😎 melalui jejaring sosial facebook – nya. Tantangan baru bagi pegiat fisioterapi neurologi Indonesia ✊✊✊
Salam fisioterapi Indonesia
Rekomendasi Bacaan :
- https://www.painscience.com/articles/pain-is-weird.php
- https://www.ampphysio.com/blog/2018/3/8/biomechanics-vs-pain-science-bridging-the-clinical-divide
- http://www.paininmotion.be/blog/detail/nocebo-effects-communication