Seringkali kita disuguhi oleh informasi dan peristiwa
yang tidak selalu linier dengan nalar kita. Ada banyak hal yang membuat kita
tak habis pikir ( atau tak sempat berfikir ? ) .
Dokter Bukan Fisioterapi
Rupanya fisioterapi memang profesi yang cukup seksi,
hingga dokter spesialis pun menggunakan
nama fisioterapi untuk mengenalkan diri, namanya “dokter fisioterapi”. Semua
fisioterapis protes, ada dokter membuat plakat
bertuliskan “dokter fisioterapi” di tempat prakteknya. Dalam news sticker sebuah
satsiun TV di jakarta menyebutkan "..spesialis kedokteran fisioterapi dan rehabilitasi medik …". Entah
disengaja atau tidak, itu sudah membuat fisioterapis tersinggung.
Fisioterapis Bukan
Dokter
Sejak kelahirannya, BPJS mempunyai hubungan yang
kurang harmonis dengan fisioterapis. Banyak laporan dari berbagai daerah, pelayanan
fisioterapi terganggu karena tidak bisa di klaim. BPJS mensyaratkan klaim
tindakan fisioterapi harus dilampiri assessment Sp.KFR. Syarat itu muncul
didasari oleh rekomendasi dari PERDOSRI. Nalar kita mengatakan pelayanan
fisioterapi itu dilakukan oleh fisioterapis, mulai dari assessment, rencana
terapi, tindakan terapi hingga evaluasi. Harusnya bisa di klaim dong tanpa harus
ada assessment dari Sp.KFR? Namun seperti
ada inkonsistensi , kata mereka “fisioterapis bukan dokter….” (Bukannya tadi dokter
fisioterapi? Hehehe…)
Fisioterapi Bukan Fisioterapis
Saya tidak tahu harus menyalahkan siapa? ketika Ki
Sabdo Joyo mengklaim melakukan tindakan fisioterapi stroke, atau Jho Kosim yang buka klinik fisioterapi di Jakarta Utara “.. itu fisioterapi bukan fisioterapis”
Dan seringkali kita disuguhi oleh informasi dan peristiwa
yang tidak selalu linier dengan nalar kita. Ada banyak hal yang membuat kita
tak habis pikir ( atau tak sempat berfikir ? )